Kalo lagi beli bensin, jangan lupakan pejuang kilang minyak ini gan!



Catatan Kepala: ”Kita sering tidak menyadari keberadaan orang-orang penting yang rela menempuh resiko demi memudahkan hidup kita.”

Berapa banyak bahan bakar minyak yang Anda konsumsi selama ini? Apapun jenis bahan bakar itu, kita merasa sudah ‘memilikinya’ begitu menyerahkan sejumlah uang kepada petugas POM bensin. Dengan Rp.200,000.- misalnya, kita sudah ‘memiliki’ sekitar 33,3 liter Premium atau sekitar 24 liter Pertamax. Tetapi, pernahkah Anda bertanya; apakah setiap rupiah yang kita keluarkan untuk membeli BBM itu sepadan dengan ‘pengorbanan’ orang-orang yang bekerja di kilang minyak? Dulu, saya selalu mengira demikian. Kan saya sudah membayar harganya. Bahkan kita, inginnya membayar dengan harga yang semurah-murahnya; namun maunya mendapatkan yang sebanyak-banyaknya. Hari ini, cara pandang saya berubah 180 derajat. Tahukah Anda mengapa?

Pekan lalu, saya berkesempatan untuk mengenal lebih dekat aktivitas sahabat-sahabat saya di kilang minyak milik Pertamina di Dumai. Sungguh, kunjungan itu telah membalikkan paradigma saya tentang ‘membeli BBM’. Jika selama ini saya mengira dengan membayar beberapa ribu akan menjadikan saya sebagai pemilik sejumlah Premium atau Pertamax, maka sekarang saya menyadari bahwa kita sering tidak menyadari keberadaan orang-orang penting yang rela menempuh resiko demi memudahkan hidup kita.

1. Selalu ada peran yang tidak kelihatan.
Untuk segala hal yang kita peroleh dalam hidup kita, selalu ada peran orang-orang penting yang tidak kelihatan. Dari bis kota atau mobil angkot yang kita tumpangi, mobil pribadi yang kita kendarai, kompor yang memasak makanan kita; semuanya – ada peran orang yang tidak terlihat yaitu mereka yang telah menyediakan bahan bakarnya. Begitu pula dengan peran orang-orang yang tidak terlihat lainnya. Ada petani. Nelayan. Atau buruh angkut. Selama ini, kita hanya melihat benda jadinya sudah tersedia dihadapan kita. Tinggal dibeli saja. Tak jarang kita memprotesnya jika ketersediaannya tidak bisa memenuhi jumlah yang kita inginkan. Kita juga menghardik setiap kali mendapati kualitasnya tidak sebaik yang kita harapkan. Kita, sering tidak menyadari; betapa banyak orang yang memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan hidup kita. Jika menyadarinya saja tidak, maka kemungkinan besar kita jarang berterimakasih kepada jasa baik mereka. Maka belajarlah untuk memahami bahwa selalu ada peran orang yang tidak kelihatan dalam pemenuhan kebutuhan hidup kita. Dengan begitu, kita bisa semakin mampu untuk menghargai nilai dan makna hasil karya mereka.

2. Kita bisa membeli barang, tapi tidak membeli orang.
Melalui setiap benda yang kita dapatkan orang-orang yang ‘tidak terlihat’ itu memberikan nilai tambah kepada hidup kita. Benar, kita mendapatkan benda itu dengan membayar sejumlah harga. Namun, apakah rupiah yang kita keluarkan itu sepadan dengan jerih payah mereka? Belum tentu. Kita mengeluh dengan Pertamax seharga 8,500, misalnya. Kita juga ingin agar Premium itu jauh lebih murah dari 4,500. Padahal, jika tahu resiko yang dihadapi oleh setiap pekerja di kilang minyak; kita akan sadar bahwa uang yang kita keluarkan itu sungguh tidak sepadan dengan resiko kerja yang mereka hadapi setiap hari. Faktanya, kita hanya bisa membeli barang untuk kita nikmati. Namun, kita sama sekali tidak bisa mengkompensasi apapun resiko yang mereka hadapi saat membuat barang-barang kebutuhan kita itu. Hal ini tidak hanya berlaku untuk BBM, melainkan juga untuk beras, ikan, garam, gula atau apapun. Dengan kesadaran itu, setidaknya kita bisa mengurangi sikap arogan semata-mata karena bisa mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli setiap produk untuk memenuhi kebutuhan kita. Karena dengan uang itu, kita hanya bisa membeli barang; bukan membeli orang.

3. Bayaran tidak selalu sepadan dengan pengorbanan.
Sekarang, kita sadar bahwa bayaran itu tidak selalu sepadan dengan pengorbanan. Maka jika selama ini kita mengeluhkan tentang bayaran yang kita terima dari pekerjaan dikantor yang kita lakukan; mulai sekarang tidak usah lagi terlampau gusar. Ingatlah pengorbanan dan resiko para pejuang di pusat kilang. Sungguh besar sekali lho. Berapapun gaji mereka, tetap saja tidak sepadan dengan semua resiko itu. Pekerjaan kita, bisa sama beresikonya dengan mereka. Bisa juga kurang beresiko. Namun apapun itu, maka bayaran yang Anda terima itu belum tentu sepadan dengan pengorbanan yang Anda berikan. Maka berhentilah mengeluh, karena itu adalah bagian dari fakta hidup. Sebab, jika Anda mengeluh dengan bayaran yang Anda terima; bukan orang lain yang rugi. Anda sendiri. Dengan keluhan itu Anda tergoda untuk hitung-hitungan saat mengerjakan sesuatu sehingga hasilnya mungkin tidak maksimal. Dengan keluhan itu, Anda juga tidak tertarik untuk mengerahkan seluruh kapasitas, kemampuan, dan daya diri yang Anda miliki. Anda tidak akan pernah menjadi pribadi yang mumpuni hingga ke puncak prestasi, jika kinerja Anda masih dibebani oleh perasaan dibayar tidak sepadan. Ikhlaskan semua itu. Terimalah dengan lapang dada. Dan raihlah bayaran yang lebih tinggi seperti yang Anda inginkan itu – dengan kinerja dan kemampuan serta kontribusi yang juga semakin tinggi.

4. Berharaplah kepada yang tidak terbatas.
Sebaik apapun atasan atau boss Anda, dia selalu berhitung soal uang. Wajar. Karena setiap bisnis dituntut untuk untung. Para pengelola HRD melakukan benchmark salary dan kompensasi sehingga setinggi apapun take home pay Anda, tidak akan lari terlalu jauh dari nilai yang berlaku di pasaran. Jadi, tidak ada gunanya Anda menuntut melebihi norma umum. Memang begitulah fitrah yang berlaku bagi siapa saja yang memilih untuk menjadi karyawan profesional. Tetapi, sesungguhnya Anda memiliki kesempatan untuk mendapatkan bayaran yang jumlahnya nyaris tidak terbatas. Karena ada yang bersedia memberi Anda imbalah tanpa hitung-hitungan untung rugi. Tahukah Anda siapa yang bersedia membalas Anda sebanyak itu? Dia adalah Dzat yang tidak membutuhkan apapun dari Anda. Dan Dia, adalah tempat semula Anda datang dimasa lalu, lalu kembali lagi nanti. Maka berharaplah yang banyak kepadaNya. Karena Dia hanya mensyaratkan hal sederhana saja dari kita. Kata guru kehidupan saya; “Dia hanya membutuhkan niat yang lurus saat Anda melakukan pekerjaan kita.”

5. Jadilah sumber energy bagi lingkungan.
Bayangkan jika kilang minyak itu libur selama satu minggu saja. Anggap saja selama seminggu itu tidak ada supply bahan bakar untuk menunjang kehidupan kita. Semua kendaraan berhenti. Pesawat tak dapat terbang. Semua pabrik tidak berproduksi. Rumah kita gelap gulita. Kompor didapur kita tidak menyala. Apa jadinya kita? Jarang kita sadari bahwa minyak yang mereka hasilkan di kilang telah memberi energy kepada ratusan juta umat manusia. Maka bisa kita bayangkan betapa besarnya pahala bagi mereka yang bekerja dengan ikhlas untuk melayani sesama. Kita, mungkin tidak menghasilkan produk yang sedemikian berdampaknya seperti minyak. Tetapi, kita juga tahu bahwa energy itu tidak hanya berupa minyak atau bahan bakar fisik. Energy juga bisa berupa dorongan dan semangat untuk kebaikan hidup orang lain. Maka kita pun bisa meniru dengan cara menjadikan diri kita sebagai sumber energy bagi orang lain. Caranya? Banyak dan sederhana. Jadilah pemberi semangat bagi orang lain. Ucapkanlah kata-kata yang baik pada mereka. Perlakukanlah mereka dengan baik. Sehingga ketika berada bersama Anda; mereka merasa nyaman dan terdorong untuk melakukan yang terbaik. Ada pelajaran menarik dalam perbincangan saya dengan Pak GM Pertamina Dumai tentang kepemimpinan. Beliau mengatakan; “setelah saya pelajari, ternyata kepemimpinan itu adalah tentang mengajak orang-orang untuk berbuat lebih baik….” Dengan prinsip itu, beliau menjadi sumber energy bagi orang-orang disekitarnya. Bisakah kita mencontohnya?

Beruntunglah orang-orang yang dalam hidupnya mampu menghasilkan buah karya yang berguna bagi banyak orang. Karena setiap kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain pasti akan beroleh ganjaran yang sepadan. Namun, guru kehidupan saya mengingatkan bahwa untuk mendapatkan ganjaran itu ada syaratnya. Sederhana syarat itu. Tetapi banyak orang yang tak mampu memenuhinya. Apakah syarat itu? Kata beliau; ganjaran disisi Tuhan hanya diperuntukkan bagi mereka yang mengharapkannya. Bagi yang tidak mengharapkan ganjaran itu – mengapa Tuhan memaksakan memberikannya? Maka saat bekerja; harapkanlah imbalan yang pantas untuk kehidupan di dunia. Namun, berharaplah lebih banyak kepada Tuhan agar Dia memberi kita ganjaran yang paling baik. Dengan begitu, malu kita jika tidak bekerja dengan baik. Karena kita berharap ganjaran yang terbaik. Dari Sang Pemberi Pahala yang terbaik.

0 Response to " Kalo lagi beli bensin, jangan lupakan pejuang kilang minyak ini gan!"

Posting Komentar