BATIK

Maksud
dari penulisan ini adalah untuk memperkenalkan pola-pola batik dan
motif-motifnya sebagai karya seni yang tinggi.Memperkenalkan bagi
mereka yang baru mengetahui tentang batik,dan mengingatkan kembali pada
mereka yang pernah mengenal batik namun kurang begitu peduli,mungkin
karena belum begitu memahaminya.
Melalui
tulisan ini kita nantinya akan membahas tentang pola dan motif batik
kuno dan kontemporer/masa kini di berbagai daerah di Indonesia.Perlu ditekankan juga kalau tulisan ini tidak begitu detail dalam membahas tentang batik,melainkan sekedar ‘refresh‘
atau mengingatkan kembali dan memperkenalkan bagi para pemula
pemerhati seni batik.Disini nantinya juga sekilas membicarakan tentang
sejarah batik dan teknik membatik.Gambar-gambar yang nantinya akan
ditampilkan adalah gambar pola dan motif batik tulis kuno,bukan
batik cap.Hal ini disebabkan batik cap kurang mencerminkan daya
kreatifitas seni batik,bahkan dianggap malah justru yang mematikan
kreatifitas tersebut.Juga pola-pola pada batik cap tidak usah
dikhawatirkan akan hilang,sebab keawetan cap batik yang terbuat dari
tembaga.Lain halnya dengan batik tulis yang pola-pola dan pengetahuannya
tersimpan dalam ingatan mereka yang membatik yang mungkin sekali akan
hilang bersama mereka apabila tidak didokumentasi dengan baik.Walaupun
demikian suatu tulisan yang lengkap juga harus memuat tentang pola-pola
batik cap juga.
Batik juga mempunyai hubungan yang erat dengan seni budaya yang lain seperti,wayang,gamelan,keris dan
lain-lain.Disini hanya disinggung sepintas saja.Apalagi batik sudah
dikenal dan diakui oleh dunia,sehingga sudah selanyaknya kita sebagai
pewaris budaya nenek moyang kita ini selalu menjaga dan memelihara
dengan sebaik-baiknya.
SEJARAH SINGKAT SENI BATIK
Berbagai pendapat para ahli dikemukakan mulai dari ahli dalam maupun luar negeri.Ada yang mengatakan batik di Indonesia itu mendapat pengaruh dari India bahkan jauh sebelum itu bersumber pada kebudayaan Mesir dan Persia.Ada juga yang berpendapat batik merupakan budaya asli bangsa Indonesia,jauh sebelum mendapat pengaruh dari India-Hindu,salah satunya adalah pendapat J.L Brandes,seorang peneliti dari Belanda.
Penelitian yang membuktikan kalau batik merupakan budaya asli bangsa Indonesia adalah adanya benih-benih teknik yang kemudian menjadi dasar cara membatik yaitu menutup bagian-bagian kain atau bahan lain yang tidak akan diberi warna.Ini tidak terbatas di daerah sekitar Jawa dan Madura saja,yang dianggap mendapat pengaruh Hindu,melainkan di daerah lainnya seperti Toraja,Flores,Halmahera bahkan Irian.

Contoh motif batik dari Irian (gambar di atas)
Demikian juga teknik pemberian warna dengan cara mencelup
merupakan sesuatu yang telah lama dikenal,yang menggunakan bahan-bahan
atau zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hanya tumbuh di
kepulauan Indonesia seperti indigo,tarum dan nila.Nama kerajaan Tarumanegara pada abad 5 Masehi merupakan salah satu contoh petunjuk kita tentang adanya tumbuh-tumbuhan tersebut sejak jaman dahulu kala.Mengkudu(Morinda citrofolia) yang dipakai untuk mendapatkan warna merah adalah tumbuh-tumbuhan yang tidak terdapat di India.Kulit kayu-kayuan yang menghasilkan warna sawo atau lebih dikenal dengan soga (Pelthoporum ferrugineum Benth) berasal dari berbagai pulau,diantaranya Sulawesi.Lilin lebah sebagai bahan utama penutup dalam proses membatik berasal dari daerah Palembang,Sumbawa dan Timor yang terkenal sebagai pusat pemeliharaan lebah madu.Demikian juga damar mata kucing pencampur lilin datang berasal dari Kalimantan dan Sulawesi.Bukti lainnya yang membedakan jika di Indonesia proses pencelupan dalam pewarnaan merah dari mengkudu dengan air dingin,kalau di India proses pewarnaanya dengan cairan panas yang mendidih.
Penggunaan alat membatik yang disebut dengan canting tidak terdapat di India Selatan,ini merupakan perbedaan yang besar antara seni batik Indonesia dengan kain-kain berwarna India.Canting lah yang merupakan salah satu sebab tingginya mutu seni batik,yang memperlihatkan keindahan corak yang sama antara sebelah luar dan sebelah dalam.Hal yang tidak dimiliki oleh kain-kain berwarna dari India yang menggunakan stempel atau pena kayu yang hanya memperlihatkan bagian luar saja.
Penggunaan alat membatik yang disebut dengan canting tidak terdapat di India Selatan,ini merupakan perbedaan yang besar antara seni batik Indonesia dengan kain-kain berwarna India.Canting lah yang merupakan salah satu sebab tingginya mutu seni batik,yang memperlihatkan keindahan corak yang sama antara sebelah luar dan sebelah dalam.Hal yang tidak dimiliki oleh kain-kain berwarna dari India yang menggunakan stempel atau pena kayu yang hanya memperlihatkan bagian luar saja.
Jika dilihat dari segi pola,hampir semua pola batik di Indonesia terinspirasi dari lingkungan sekitarnya seperti tanaman-tanaman dan binatang yang ada di Indonesia,walaupun
dalam perkembanganya juga tidak menafikkan adanya pengaruh-pengaruh
budaya asing.Sedangkan pola geometris memperlihatkan garis serta gaya
yang dikenal di seluruh Nusantara.

Foto Abdi Dalem Kraton Jogakarta zaman dahulu
Pendapat lain mengenai asal-usul batik,adalah pendapat yang mengatakan bahwa seni batik itu asal mulanya dari kraton/istana,buah tangan putri-putri kraton dan para abdi(pelayan istana) wanita.Dalam perkembangannya pola-pola batik yang mengalami penghalusan yang mendalam,antara lain melibatkan kraton/istana di Jawa dan Madura memang berperan besar,namun janganlah menyepelekan peran rakyat/kawula di luar tembok kraton.Sumber-sumber penelitian para ahli terutama dari negara asing memang kebanyakan diambil dari seni batik di dalam lingkungan kraton.Hal
ini bisa kita maklumi karena mereka juga merupakan duta-duta dari
negara asing yang tentunya harus dihormati dan mendapat kesempatan luas
untuk mempelajari seni batik kraton.Dan karena
keterbatasan lingkungan pergaulan mereka sehingga membuat mereka kurang
memperhatikan seni batik rakyat di luar tembok istana.Atau para
pujangga yang menulis tentang seni batik tentunya hanya menuliskan
hal-hal yang diketahuinya di dalam istana untuk menyenangkan hati
rajanya.Bisa jadi para seniman batik di luar istana yang sudah ternama
lalu dipanggil rajanya buat tinggal dan mengajarkan batik pada para
puteri kraton dan abdi wanitanya.Kesimpulannya
adalah pola-pola dan motif batik tidak hanya didominasi oleh kalangan
istana saja namun rakyat di luar istana pun juga menciptakan pola dan
motif batik yang tidak kalah indahnya.Hal ini bisa dilihat di kota Solo(Surakarta)
berkembang dua pusat industri batik yang terkenal yang masing-masing
mewakili corak atau karakter yang khas sejalan dengan latar belakang
sejarahnya yang panjang.Yaitu daerah Kauman yang mewakili corak dan gaya batik kraton karena memang letak daerahnya yang dekat dengan kekuasaan.Dan daerah Laweyan yang mewakili corak atau gayabatik di luar kraton/rakyat,daerah ini konon dahulunya memang tidak mau tunduk pada aturan-aturan kraton,sehingga selalu menampilkan ciri yang berbeda dengan kraton.
Biasanya kraton mengeluarkan
peraturan-peraturan yang mengikat yang menjadi pedoman
kerajaan,diantaranya dengan mengatur pemakaian corak atau motif-motif
batik tertentu bagi rakyat,pegawai istana,raja dan keluarganya.Corak
mana yang boleh dipakai dan mana yang tidak,harus benar-benar ditaati
terutama di daerah Surakarta dan Yogyakarta.Peraturan
ini semakin mempertegas hirarki kekuasaan dan status sosial,disamping
untuk menjaga seni batik kraton agar tidak gampang ditiru di luar
istana.
Namun itu tidak berlaku di daerah pesisir pantai utara Jawa seperti Pekalongan,Jepara dan lain-lain.Pola-pola yang dilarang dipakai di kraton Surakarta dan Yogyakarta,malah lazim dipakai oleh rakyat biasa.Mereka tidak terikat oleh aturan/larangan kraton,kehidupannya
lebih bebas termasuk dalam menentukan pakaian yang pantas buat
mereka.Tampak kehidupan sehari-harinya juga membatik yang merupakan
pekerjaan sampingan di saat menunggu datangnya musim menanam padi.Jika
datang saatnya untuk turun ke sawah,mereka akan menghentikan
pekerjaannya membatik.Hasil-hasil kerajinan batik mereka diperdagangkan
luas sampai ke pelosok negeri Nusantara.Penelitian tentang batik rakyat di daerah Trusmi,Cirebon oleh De Kat Angelino pada tahun 1930 telah mengantarkan kita pada suatu kesimpulan bahwa selama beratus-ratus tahun para pengobeng,nama
yang diperuntukkan bagi para ibu-ibu pembatik,yang mencari nafkah
dengan berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk menjual hasil
kerajinannya itu tentunya telah mendapat pengenalan dan pemahaman
tentang seni membatik.Demikian juga dengan profesi mencelup biru(medel) atau coklat(nyoga) kebanyakan dikerjakan oleh rakyat biasa di luar kraton yang bahkan menjadi langganan kalangan keluarga istana.
Bahwa semata-mata seni batik itu merupakan buah tangan para puteri kraton juga tidak ada benarnya.Di daerah Cirebon dan Indramayu kaum laki-lakinya juga melakukan pekerjaan seni batik tulis halus.Hal yang sama juga dikerjakan oleh kaum laki-laki di Tembayat(Klaten,Jawa Tengah).
Rouffaer dalam bukunya mengenai batik antara lain menyebutkan sumber tertulis yang tertua berasal dari kerajaan Galuh pada tahun 1520 yang ditulis di daun lontar.Dari sumber ini dia menarik kesimpulan bahwa seni batik pada waktu itu dilakukan oleh pria dan mereka ini dinamakan pelukis,jadi bukan pembatik,sedangkan seni batiknya sendiri dinamakan tulis.

Sumber-sumber dari Jawa Timur pada tahun 1275 menyebutkan beberapa macam pola yaitu pola grinsing.
Kata batik atau membatik baru dengan jelas dipakai dalam Babad Sengkala pada tahun 1633 dan juga dalam Panji Jaya Lengkara pada tahun 1770.Sedangkan sumber yang lebih tua dari kerajaan Galuh yang ditulis di daun lontar itu memakai kata tulis dan lukis.Berdasarkan hal-hal semacam ini dengan melihat pola-pola kuno batik Cirebon yang menggambarkan taman-taman,gunung,dan binatang yang lebih realistis daripada pola-pola di daerah Jawa Tengah dan Timur,dapatlah ditarik kesimpulan bahwa seni batik mungkin berakar dari seni lukis,salah satu bentuk daya cipta penduduk Nusantara yang tertua dan yang sejak dahulu kala dikerjakan oleh para pria.
Kemungkinan sekali dengan masuknya pengaruh agama Islam di Pulau Jawa yang
melarang pembuatan gambar-gambar makhluk hidup,para seniman terpaksa
mencari jalan keluar untuk menghindari penggambaran secara realistis.Sehingga pola-polanya menjadi bersifat abstraktif.

Motif Batik Megamendung dari Cirebon
Mega,awan atau gunung dipakai untuk menyembunyikan makhluk hidup.Di daerah-daerah seperti di Surakarta dan Yogyakarta abstraksi terlihat pada motif-motif sayap.

Raden Ajeng Kartini dengan Suami dalam busana batik
Jadi
seni lukis mencoba mempertahankan diri dengan cara bergabung dengan
seni hiasan pakaian.Proses pemberian warna dengan pencelupan dan
penutupan dipakai juga untuk memperoleh gambar-gambar yang
dikehendaki.Tata warna yang sederhana,biru dan merah,yang telah dikenal
oleh seni dekorasi bahan pakaian,kemudian disusul dengan warna-warna
lain sawo matang dan kuning hijau.

Hubungan antara seni lukis Jawa dan seni batik dapat kita lihat dalam ilmu melukis wayang atau dikenal dengan sunggingan.
Lembaran-lembaran wayang beber,salah
satu jenis wayang yang tertua,jika kita perhatikan di dalam lukisan
wayangnya terdapat motif-motif yang juga ada dalam seni batik.
Gambar di atas adalah lukisan pada wayang beber
Seni lukis yang mirip dengan ini masih kita jumpai di pulau Bali,yang terkenal adalah di daerah Klungkung,dalam bentuk ider-ider atau langse,yaitu
kain-kain bergambar penghias dinding.Hubungan seni lukis Jawa dan
batik ditunjukkan oleh adanya persamaan beberapa istilah dan pemakaian
bahan pewarna seperti indigo(nila) dan kunir.
Walaupun jumlahnya makin berkurang,tapi masih ada juga ahli seni lukis Jawa yang merangkap profesi sebagai pembuat pola-pola batik,juru sungging bahkan juga sebagai ahli gamelan.Hubungan
yang erat antara seni batik,lukis jawa,wayang dan gamelan bisa kita
mengerti karena masing-masing seni itu saling menopang sejak jaman
dahulu.

Motif Batik Srikaton,nama yang sama dengan salah satu nama gendhing Jawa.
Sehingga tidaklah mengherankan kalau ada juga nama-nama pola batik yang dipakai untuk nama gendhing-gendhing gamelan,misalnya Pisan Bali,Udan Liris,Kawung,Cemungkirang,Limar,Pande Lori,Srikaton,dan lain-lain.

Peragaan Busana di Luar Negeri dengan Busana Batik
Dengan
bergabungnya seni lukis dengan seni dekorasi pakaian,tumbuhlah seni
batik yang kita kenal dewasa ini.Kalau dahulu seni lukis berada di
tangan pria,maka dengan pertemuan itu menjadi seni yang masuk dalam
rumah tangga dan berpindah ke tangan wanita.Dalam
perkembangannya,setelah masuknya kain putih(mori) yang didatangkan dari Eropa
maka seni batik mengalami penghalusan yang mencapai
puncaknya.Kehalusan bahan dasar memungkinkan si pembatik membuat
pola-pola dan gambar-gambar yang makin indah,canting begerak dengan
lancar tanpa menemui halangan tidak seperti pada kain tenunan yang
kasar.

Batik telah mendapatkan pengakuan dari Dunia Internasional
Dalam abad ke-19 muncul persaingan antara batik tulis dengan cap,suatu
cara meletakkan lilin di atas kain tidak dengan alat canting melainkan
dengan alat cap yang terbuat dari tembaga.Sebenarnya teknik pemakaian
dengan alat cap tidak dapat digolongkan ke dalam seni batik.Oleh karena
pertimbangan ekonomis dan hasrat mencari uang dengan cepat yang
mendesak seni batik halus,sehingga pembuatan batik tulis hanya terbatas
pada mereka yang mampu atau yang membatik sebagai pengisi waktu.

Batik telah diakui oleh UNESCO sebagai Kekayaan Budaya Adiluhung dari Indonesia
Suatu
teknik modern diperkenalkan dalam pemakaian pewarna kimia yang
didatangkan dari luar negeri yang ternyata lebih mudah dalam
pemakaiannya juga lebih variatif warnanya,yang mendesak pemakaian zat
pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan.Hal ini terjadi sampai dengan
pecahnya perang Dunia II.

Tidak Hanya Batik,Kain Tenun buatan Indonesia juga dipakai dalam peragaan busana di Luar Negeri.

Kain Tenun dalam Peragaan Busana
Pada jaman pendudukan Jepang,dikarenakan
sukarnya mendapatkan bahan dasar kain putih(mori),maka untuk mencegah
pengangguran besar-besaran,perusahaan-perusahaan batik mengalihkan ke
dalam pola-pola yang sulit,penuh dengan garis-garis,titik-titik,dan
pemberian warna yang berlebihan.Pengaruh asing dengan pola-pola khas
mereka tetap dilanjutkan,terutama oleh para pembatik di pesisir pantai
utara Pulau Jawa,terutama di daerah Pekalongan,sebagai pusat pembatikan.
Hasil-hasil batik di daerah ini terkenal sebagai batik ‘Jawa Baru‘ atau ‘Jawa Hookokai‘.Nama yang dipakai sesuai dengan situasi waktu di jaman pendudukan Jepang,sehingga tidaklah aneh didapatkan pola-pola baru seperti bunga khas Jepang,yaitu bunga seruni.
Disayangkan
perkembangan seni batik menjadi berhenti sesaat pada saat pecahnya
perang kemerdekaan dari tahun 1945-1950.Namun sesudah tahun
1950,industri batik tumbuh kembali,ada yang berdiri sendiri,ada juga
yang bergabung dalam koperasi-koperasi batik.

Batik
dewasa ini telah menjadi bisnis atau industri.Kebutuhan akan batik
sudah jauh meningkat,dimana kalau dahulu batik digunakan dalam beberapa
macam pakaian adat seperti berupa kain panjang,sarung,kemben,selendang dan dodot,namun
sekarang ini batik kegunaannya menjadi bermacam-macam mulai dari alas
tempat tidur sampai dengan alas meja dan kemeja.Disamping itu seni
batik mengalami semacam ‘demokratisasi‘
mengenai pemakaian polanya,setiap orang bebas memakai pola-pola yang
disukainya tanpa larangan yang ketat,pengecualian di dalam lingkungan
tembok kraton/istana di Jawa Tengah.Kebutuhan
akan permintaan batik yang sangat besar ini mendorong industri-industri
batik berusaha memenuhi permintaan masyarakat dengan menghasilkan
batik secara cepat dan murah.

Akibat
dari berkembangnya perusahaan batik sekarang ini,membuat berkurangnya
pembuatan batik tulis halus.Untuk memenuhi kebutuhan pasar,terkadang
mengabaikan mutu/kualitas motif dan pola batik.Pola-pola yang dibuat
lebih banyak menuruti selera pasar,seperti pola baru dengan warna-warna
yang menyolok.Sehingga batik tulis halus sekarang ini hanya dibuat
oleh mereka yang mampu dan mempunyai banyak waktu
luang.Pembatik-pembatik menjadi kehilangan daya ciptanya,karena selalu
harus memenuhi keinginan para pengusaha batik,sesuatu hal yang sangat
disayangkan.Hal yang sangat ditakutkan kalau kekayaan pola dan motif
seni batik tradisional mengalami kemunduran bahkan menjadi punah.Semoga
tidak menjadi kenyataan,maka perlu adanya dukungan dan partisipasi dari
masyarakat luas khususnya pemerhati budaya batik untuk selalu
memelihara kekayaan seni batik sebagai budaya nasional bangsa Indonesia.
CARA MEMBATIK
Kalau
hanya melihat pola dan motif dari sehelai batik yang sudah jadi,kita
tidak akan bisa memahami dan menghargai betapa cukup rumitnya prosedur
di dalam proses pembuatan seni batik tulis itu.Tidak akan menduga
adanya faktor-faktor teknis dan non teknis yang dapat menyebabkan di dalam seni batik tulis selalu ada unsur ‘surprise‘ yang mengakibatkan setiap helai batik tidak akan sama persis walaupun mempunyai pola dan susunan warna yang dibuat sama.

Inti dari cara membatik adalah ‘cara penutupan‘,yaitu
menutupi bagian kain atau bahan dasar yang tidak hendak diberi warna
dengan bahan penutup,dalam hal ini berupa lilin.Pada awalnya penggunaan
lilin dengan cara diteteskan pada kain,oleh karena itu ada paham yang
mengembalikan arti kata batik pada suku kata ‘tik‘ yang berarti titik atau tetes.
Bahan
utama dari teknik membatik adalah berupa kain putih,baik yang halus
maupun yang kasar,lilin sebagai bahan penutup dan zat warna.Kualitas
kain putih sangat mempengaruhi hasil seni batik.Jadi makin halus kain
putih yang dipakai makin bagus hasil pembatikannya,yaitu makin jelas
pola dan perbedaan warnanya.Dahulu di kota Juwana,daerah utara Jawa Tengah pernah dipakai bahan sutera shantung murni yang menghasilkan selendang dan sarung batik sutera yang sangat terkenal akan kehalusannya.
Dahulu
lilin lebah dipakai sebagai satu-satunya bahan penutup,namun dengan
perkembangan industri dan pengolahan minyak tanah dewasa ini dipakailah
lilin buatan pabrik berupa paraffine,microwax,dan
lain-lain,baik yang murni atau campuran dengan bahan lilin alam.Lilin
merupakan bahan penutup yang sangat tepat,karena mudah dituliskan pada
kain,tetap melekat sewaktu dicelupkan dalam cairan pewarna,dan mudah
dihilangkan di saat tidak digunakan lagi.Di Banten,ada yang memakai bahan penutupnya berupa bubur beras ketan yaitu pada kain Simbut.

Foto Lilin penutup atau malam di atas Anglo
Lilin
penutup hanya bisa dipakai atau dituliskan dalam keadaan cair,untuk
itu pembatik harus memanaskan lilinnya dalam sebuah wajan kecil yang
ditaruh di atas api dalam suatu anglo.Suhu lilin haruslah
tepat,tidak boleh terlalu panas atau terlalu dingin.Kalau terlalu
panas,lilin akan jauh meresap ke dalam kain sehingga akan sukar untuk
dihilangkan,sedangkan kalau suhunya tidak cukup panas akan terlalu
mengental sehingga akan sukar keluar dari alat penulis atau canting.Jika dirasakan suhunya terlalu panas,maka pembatik akan mengangkat wajannya dari api anglo.

Foto Beberapa jenis Canting
Alat penulis yang khas yang dinamakan canting ini terbuat dari bambu dan tembaga.Gagang
atau tempat pemegang ini terbuat dari bambu,sedangkan kepalanya yang
dipakai untuk menyendok dan mencucurkan lilin terbuat dari tembaga.Mulut
canting berupa pembuluh bengkok yang besarnya berbeda-beda,dan dari
mulutnya ini melelehkan cairan lilin,yang mirip dengan pulpen.

Kain putih yang dilampirkan pada sebuah rak kayu atau gawangan dipegang dengan tangan kiri sebagai tatakan,sedangkan tangan kanan memegang canting.
Berikut
ini akan diuraikan tahap-tahap di dalam proses pembuatan batik
tulis.Istilah-istilah yang diuraikan nantinya memakai istilah yang
lazim dipakai dalam dunia batik Jawa.
1.) Pengolahan persiapan kain putih
Tujuannya
adalah supaya lilin mudah melekat dan tidak mudah rusak sewaktu
dilakukan pencelupan.Disamping juga supaya zat-zat warna itu mudah
meresap.Dahulu dipakai zat warna dari tumbuh-tumbuhan,namun karena
prosesnya yang memakan waktu lama,maka sekarang dipakai zat pewarna
pabrik.Pengolahan ini terdiri atas mencuci kain putih yang telah
dipotong-potong dengan air bersih agar hilang kanji perekatnya kemudian
diremas serta direndam dalam minyak jarak(Ricinus Communis L) atau kacang(Arachis hypogala).Kemudian
untuk menghilangkan kelebihan minyak,maka kain direndam dalam air
saringan abu merang.Menurut cara modern merang ini diganti dengan
larutan soda,yang dapat mempercepat waktu dan lebih mudah dipakai.Ini
disebut ngetel atau ngloyor.Untuk kain mori yang kualitas tertinggi seperti primisima
tidak perlu dikanji lebih dahulu,karena ketebalan kanjinya telah
memenuhi syarat.Pada mulanya diselang-seling dengan penjemuran di panas
sinar matahari,sehingga memakan waktu berhari-hari.
Kain
putih yang telah mendapat pengolahan ini kemudian dilicinkan dengan
menaruhnya di atas sebilah kayu dan dipukul-pukul dengan pemukul kayu
juga,ini dinamakan dengan ngemplong.
2.) Ngrengreng
Gambaran pertama dengan lilin cair di atas kain inilah disebut dengan ngrengreng ada yang menyebut juga dengan nglowong.Pada tahap ini si pembatik duduk di atas bangku kecil atau bersila di muka gawangannya,menyendok lilin cair dari wajannya dengan canting
lalu memulai membuat garis-garis atau titik-titik sesuai dengan
pola-pola yang dikehendakinya.Suhu lilin cair harus dipertahankan tidak
terlalu panas agar tidak terlalu meresap sehingga sukar untuk
dihilangkan atau mudah remuk,sedangkan lilin yang kurang panas akan
lekas kental sehingga sukar keluar dari mulut canting.Demikian juga dengan posisi canting harus tepat,tidak boleh terlalu miring atau terlalu tegak.Canting
akan mengikuti pola-pola yang sudah digambar lebih dahulu dengan arang
atau potlot oleh seorang tukang pola,atau bisa juga dibuat langsung
oleh si pembatik yang telah mumpuni/mahir di luar
kepala.Gambaran lilin ini kemudian diteruskan di belahan sebaliknya
yang akan menjadi bagian dalam kain batik,pekerjaan ini dinamakan
dengan nerusi.Itulah sebabnya bahan kain putih tidak boleh terlalu tebal,agar tidak menyulitkan pekerjaan meneruskan gambaran pertama itu.
3.) Nembok
Pekerjaan menutupi bagian-bagian yang tidak boleh kena warna dasar ini disebut dengan nembok.Bagian kain yang tidak boleh terkena warna dasar,dalam hal ini warna biru tua,ditutupi dengan lapisan lilin,yang seolah-olah merupakan tembok penahan.Pekerjaan ini juga dilakukan di sebelah dalam kain.

Penembokan adalah cara penting dalam pembuatan kain batik,karena apabila lapisan penemboknya kurang kuat/tebal maka zat pewarnanya dapat menembus bahkan mungkin bisa merusak seluruh kain.Menembok bisa juga dilakukan dengan cap.
4.) Pencelupan
Pencelupan pertama untuk mendapatkan warna dasar biru ini disebut dengan medel.Dahulu pekerjaan ini dicelupkan di dalam cairan pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,yaitu dari indigo atau nila(Indigofera tinctoria L),dan
memakan waktu berhari-hari diselingi dengan penjemuran di panas sinar
matahari.Tukang celup atau perusahaan batik mempunyai ‘rahasia’ ramuan
yang diwariskan turun temurun pada generasinya masing-masing.Berbagai
macam bahan dimasukkan ke dalam jambangan celup,dari mulai gula
kelapa,tape,pisang kluthuk,sampai potongan-potongan daging ayam.Semuanya itu bertujuan untuk menambah bersinarnya atau gemilangnya warna biru nila atau indigo
yang sampai sekarang belum terkalahkan indahnya.Namun sekarang dengan
dipakainya pewarna kimia pabrik telah menghilangkan sifat misterius dan
romantisnya pencelupan.Zat pewarna seperti naphtol atau indigosol yang
umum dipakai hanya memakan beberapa menit untuk meresap.Walaupun
demikian untuk dapat memperoleh warna yang baik dan indah masih tetap
memerlukan ‘tangan dingin’ disamping pengetahuan akan campuran bahan
kimia.
5.) Pembuangan Lilin

Tahap pembuangan lilin ini disebut dengan ngesik atau nglorod.Tujuannya adalah menghilangkan lilin penutup dari bagian-bagian yang nantinya akan diberi warna sawo matang(soga).Caranya dengan memasukkan kain di dalam cairan mendidih sehingga lilin menjadi cair kembali atau dengan jalan mengerik dengan sebuah pisau pengerik atau cawuk.Cara dengan memasukkan ke dalam cairan yang mendidih itu lebih baik daripada dengan mengerik,sebab dengan pengerikan mungkin tidak terlalu bersih dan teliti sehingga akan mempengaruhi gambaran nantinya setelah disoga.
6.) Mbironi
Bagian yang telah mendapat warna biru dan tidak boleh terkena warna soga,kemudian ditutup lagi dengan lilin,pekerjaan ini dinamakan dengan mbironi,yang juga diteruskan pada bagian sebelah dalam kain.
7.) Menyoga
Tahap selanjutnya adalah mencelupkan dalam zat warna coklat atau sawo matang.Soga(Peltophorum ferrugineum Benth),yaitu
salah satu kayu-kayuan yang dipakai untuk mendapatkan warna sawo
matang.Untuk tiap daerah atau perusahaan batik memiliki resep yang
berbeda-beda yang merupakan ‘rahasia’ untuk mendapatkan warna sawo
matang ini.Dan juga disesuaikan dengan selera masing-masing daerah,ada
yang menyukai warna soga keemasan ada yang lebih senang warna yang lebih
tua kemerahan,dan lain-lain.Warna coklat dari bahan kimia tidak
memerlukan waktu yang lama buat meresap hanya butuh waktu tidak sampai
setengah jam saja.Setelah penyogaan,kemudian dilakukan proses nglorod(pembuangan lilin) kembali.
Kadang-kadang diperlukan satu tahap lagi yang disebut dengan saren,yang gunanya supaya warna coklat itu tetap awet dan bertambah indah.Saren ini memakai air aren yang dicampuri dengan air kapur dan tumbuh-tumbuhan lainnya.Seringkali pekerjaan pemberian saren
ini bagi beberapa pembatik sama pentingnya dengan menyoga.Setelah
lilin terbuang seluruhnya,maka tampaklah kain batik dengan warna-warna
dasar biru tua dengan gambaran sawo matang diselingi dengan warna putih
gading.Makin sulit pola dan banyak susunan warnanya,maka akan makin
lama proses pembuatannya.
Perbedaan pola di setiap daerah terutama di pusat-pusat seni batik,seperti di Surakarta dan Jogjakarta tidaklah terlalu menyolok.


Dalam pemilihan warna putihnya berbeda,daerah Surakarta kain batiknya warna putihnya lebih kekuningan gading(gambar kiri atas),sedangkan Jogjakarta menampilkan warna putih bersih(gambar kanan atas).

Di daerah Banyumas yang pengaruhnya terasa sampai ke Tasikmalaya dan Garut,warna yang digemari adalah warna kuning keemasan dikombinasikan dengan warna soga coklat muda serta biru tua kehitaman.
Di pantai utara Jawa Barat,di daerah Indramayu orang gemar memakai warna biru.

Sedangkan di Cirebon dengan pusat pembatikannya di daerah Trusmi dan Kalitengah,kalau melihat pola batik Megamendung,yang
memakai teknik bayangan berlapis kadang sampai 7 lapisan akan membuat
orang menjadi kagum,disamping terdapat pula pola-pola gunung,taman,dan
binatang dengan warna kuning gading.

Motif Kain Batik Pekalongan yang kaya nuansa
Di daerah Pekalongan,terkenal dengan kain batiknya yang paling menyolok nuansa warnanya dan lebih modern(gambar di atas).Yang diikuti terus di sepanjang daerah pesisir pantai utara Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur,ini sangat dipengaruhi oleh budaya asing seperti Tionghoa atau Eropa.Dapat
dimaklumi karena kota-kota itu dahulunya merupakan kota pelabuhan
dagang yang ramai,sehingga terjalin hubungan yang saling mempengaruhi
dengan yang lain.

Motif Kain Batik Madura
Pulau Madura
sejak dahulu masyarakatnya sangat menggemari akan warna soga kemerahan
yang indah.Warna coklat merah ini diperoleh dengan mencampur warna
coklat soga dengan mengkudu(Morinda citrofolia) sebagai penghasil warna merah(gambar di atas).
Pemakaian
zat pewarna kimia yang menggantikan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan
sebenarnya amat disayangkan.Dikarenakan memenuhi tuntutan selera
pasar,membuat perusahaan-perusahaan batik telah melupakan ciri khas
daerahnya masing-masing.Pewarna kimia memang lebih praktis,efektif dan
efisien namun kurang ramah lingkungan,untuk itu diperlukan penelitian
yang akurat dan berkesinambungan yang menghasilkan bahan pewarna alami
dari tumbuh-tumbuhan yang lebih mudah dan cepat meresap,namun tidak
kalah menarik dengan pewarna kimia.
PEMBAGIAN POLA BATIK
Pembagian
pola batik disini hanyalah sebagian kecil,merupakan garis besarnya
saja.Perkembangan pola batik demikian pesat mengikuti selera dan
kebutuhan pasar yang naik turun.Penelitian Rouffaer
pada tahun 1900 saja pernah mencatat ada sekitar 3 ribuan pola
batik,itupun tidak semuanya.Pola batik dikelompokkan ke dalam dua
golongan,yaitu golongan pola geometris dan non geometris.
Pembagian pola batik berdasarkan ukuran geometrisnya adalah sebagai berikut:
1.) Pola Banji
Ini
merupakan salah satu pola batik yang tertua,berupa silang yang diberi
tambahan garis-garis pada ujungnya dengan gaya melingkar ke kanan atau
ke kiri.Motif seperti ini terkenal dalam kebudayaan kuno di seluruh
dunia dengan nama swastika.Di Nusantara motif ini tidak hanya terdapat pada seni batik saja,namun juga pada karya-karya seni yang lain.Kata banji,berasal dari dua suku kata yaitu ban yang artinya sepuluh dan ji yang berarti seribu,suatu perlambang murah rejeki atau kebahagian yang berlipat ganda.Pola banji ini sangat mungkin karena pengaruh kebudayaan China.Pola banji ini nama lainnya dalam istilah Jawa adalah balok bosok(balok busuk).Dalam perkembangannya pola banji mengalami perubahan-perubahan diantaranya mendapat tambahan rangkaian daun-daunan dan bunga-bungaan.

Gambar di atas adalah pola batik banji dari daerah Lasem,Jawa Timur.
2.) Pola Ceplok
Pola
yang sangat digemari,terdiri atas garis-garis yang membentuk
persegi-persegi,lingkaran-lingkaran,jajaran genjang,binatang-binatang
atau bentuk lain bersegi banyak.Pola ini sebenarnya merupakan stilisasi dari tumbuh-tumbuhan dan binatang,itu sebabnya banyak nama ceplok mengambil nama kembang(bunga) dan binatang.Pola ceplok juga sangat tua,ini bisa dilihat kemiripannya dengan relief-relief candi.Pola ceplok juga ada kemiripannya dengan pola ganggong.Pola ganggong mempunyai ciri khasnya berupa binatang-binatang atau silang-silang yang ujung jari-jarinya melingkar seperti benang sari bunga.

Gambar di atas ini adalah salah satu contoh pola ganggong.

Gambar di atas ini adalah salah satu pola ceplok yang dinamakan ambar kumitir.
3.) Pola Kawung
Pola ini sebenarnya agak mirip dengan pola ceplok,tetapi karena diduga motifnya lebih kuno dari pola ceplok,maka dijadikan pola tersendiri.Ada anggapan kalau pola ini diinspirasi dari belahan buah aren.Namun menurut Rouffaer,pola kawung ini berasal dari pola grinsing,suatu pola yang disebutkan dalam kitab Pararaton(kitab
Para Raja),sebagai pola yang dipakai para raja jaman dahulu.Pola yang
terdiri atas lingkaran-lingkaran kecil dengan sebuah titik di dalamnya
tersusun seolah-olah sisik ikan atau ular,yang bisa dikombinasikan
dengan motif lain.Pola ini pernah menjadi pola larangan bagi istana/kraton Jogjakarta,yang hanya boleh dipakai oleh Sultan dan keluarga terdekatnya.

Gambar di atas adalah salah satu contoh pola kawung.
4.) Pola yang meniru tenunan atau anyaman
Banyak ragamnya pola yang menyerupai tenunan ini diantaranya yang terkenal adalah pola nitik.Pola
ini berupa titik-titik atau garis-garis pendek yang tersusun secara
geometris,membentuk pola yang meniru tenunan atau anyaman.Mereka yang
mencari asal usul kata batik dari kata tik,menganggap pola ini adalah yang tertua.

Gambar di atas ini adalah pola batik nitik motif cakar ayam.

Gambar di atas adalah contoh pola garis yang dinamakan motif tirta teja.
5.) Pola garis miring
Pola-pola yang dibentuk adalah bergaya miring.Gaya miring ini digemari dalam seni dekoratif hampir di seluruh daerah Nusantara,sehingga
tidak heran jika gaya miring ini juga dikenal dalam seni batik.Pola
miringnya sendiri kadang jelas kadang tidak begitu kentara.Di antara
yang paling digemari adalah yang dinamakan pola parang.Ciri-ciri dari pola parang
ini adalah lajur-lajur yang terbentuk oleh garis-garis miring yang
sejajar berisikan garis-garis pengisi tegak dan setiap lajur terpisah
dari yang lain oleh deretan ornamen yang bergaya miring juga yang
dinamakan mlinjon.Kata mlinjon dipakai karena motif pemisah tadi berbentuk jajaran genjang kecil yang mirip dengan buah mlinjo.Parang sendiri mengingatkan orang pada salah satu senjata tajam khas Jawa yaitu sejenis pisau atau keris.Motif parang yang terkenal diantaranya adalah parang rusak.

Gambar di atas ini memperlihatkan busana SISKS Pakoe Boewono X beserta permaisuri GKR Mas yang memakai batik bermotif parang rusak.Motif ini menjadi kegemaran para Raja Jawa,di Surakarta maupun di Jogjakarta,sehingga motif parang rusak
juga menjadi larangan bagi orang kebanyakan.Aturan ini sekarang sudah
tidak berlaku lagi bagi lingkungan di luar istana/kraton.Nama-nama
jenis parang rusak ini dibedakan berdasarkan ukuran polanya.Parang rusak dengan ukuran polanya yang terkecil dinamakan Parang Rusak Klitik.Gambar di bawah adalah contoh pola parang klitik.

Yang agak besar/sedang dinamakan Parang Rusak Gendreh.

Sedangkan yang terbesar dinamakan Parang Rusak Barong.

Parang Rusak Barong ini hanya boleh dipakai oleh Raja sendiri.Motif miring lainnya yang terkenal adalah pola Udan Liris,yang karena kehalusan motifnya yang disusun miring seakan-akan menyerupai hujan rintik-rintik.

Gambar di atas adalah pola Udan Liris.

Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta

Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta

Aneka Motif Batik Parang gagrak Jogjakarta
Ini semua adalah golongan pola batik yang berbentuk geometris.
Sedangkan golongan yang kedua adalah pola batik yang non geometris.Pola
ini adalah pola batik yang tidak terbatas jumlahnya,yang tidak terikat
oleh gaya tertentu.Walaupun demikian unsur tradisi masih memegang
peranan yang penting mengenai tata susunan pola.Yang terkenal adalah
pola semen.Semen dari kata semi,yang
berarti tumbuh atau bertunas,jadi berisikan pola-pola berbentuk
kuncup-kuncup,daun serta bunga.Berikut ini ada beberapa macam pola semen,yaitu:
a).Pola semen yang hanya terdiri dari kuncup daun-daunan serta bunga-bungaan.Misalnya pola Pisan Bali,Kepetan.
b).Pola semen yang terdiri dari kuncup daun dan bunga yang dikombinasi dengan binatang.Misalnya:Pakis, Peksi Endol-endol,Merak Kasimpir.
c).Pola semen yang terdiri dari motif kuncup daun,bunga,binatang dan ditambah dengan motif sayap atau Lar.Motif sayap ini merupakan pelengkap pada pola semen yang mempunyai beberapa macam variasi bentuk yang disebut dengan bentuk Lar,Mirong dan Sawat.Lar itu berupa sayap tunggal,Mirong adalah sayap kembar,dan Sawat adalah sayap kembar lengkap dengan bentuk ekor yang terbuka.Motif Sawat ini juga sangat digemari oleh para Raja.Ini bisa dilihat dari bentuk simbol/lambang kerajaan Mataram sejak Jaman Sultan Agung,yang sampai sekarang dipakai oleh Kesultanan Jogjakarta.Berikut ini gambar-gambar dari beragam jenis motif semen gaya Jogja.

Beberapa motif semen gagrak Jogjakarta

Aneka Motif Batik Semen gagrak Jogjakarta

Aneka Motif Batik Semen gagrak Jogjakarta
Pola-pola yang tidak bersifat geometris banyak dipakai di daerah pesisiran,yang dikarenakan orang disitu tidak begitu terikat oleh aturan-aturan kraton/istana.Salah satunya Cirebon,walaupun disitu ada beberapa kerajaan seperti Kasepuhan,Kanoman,maupun Kacirebonan,namun seni batiknya lebih bebas,tidak terikat aturan istana.Bisa dilihat pada gambar di bawah ini adalah motif gadis china gaya Cirebon.

Motif Batik Puteri China gagrak Cirebon
Pola-polanya
tidak begitu geometris yang bisa berupa
gunung-gunung,batu-batuan,kolam-kolam,binatang,tumbuh-tumbuhan,bunga-bungaan
atau bahkan gambar manusia.
Beberapa Contoh Motif dan Pola Batik

Motif alas-alasan Solo
Motif ini biasanya dipakai untuk penari-penari Bedhaya di Karaton Surakarta,semisal Bedhaya Ketawang yang sangat disakralkan.

Motif Batik Ambar Kumitir Jogjakarta

Motif Batik Ambarsari Jogjakarta

Motif Batik Anggur Merak

Motif Batik Asmaradana

Motif Batik Banci Kasut Jogjakarta

Motif Batik Banjir Bandang

Motif Batik Semen Lar

Motif Batik Bengkulu Basurek

Motif Batik Gangeng Indramayu

Motif Batik Lereng Kembang Corong dari Garut

Motif Batik Kothak Nitik Warni

Motif Batik Lung Keslop dari Solo

Motif Batik Semarangan

Motif Batik Tiga Negeri

Motif Batik Kembang Kluwih dari Tuban

Motif Batik Kontemporer dari Sidoarjo

Motif Batik Buketan dari Pekalongan

Motif Batik Buketan dari Pekalongan

Motif Batik Jawa Hokokai dari Pekalongan

Motif Batik Lasem,Jawa Timur

Motif Batik Tiga Negeri dari Lasem

Motif Batik Parang Klithik gaya Jogjakarta

Motif Batik Mega Mendhung dari Cirebon

Motif Batik Mega Mendhung dari Cirebon

Motif Batik Sido Mukti Manten gagrak Surakarta

Motif Batik Beras Wutah dari Sidoarjo

Motif Batik Bintang Raja dari Jogjakarta

Motif Batik Blibar Latar Cemeng dari Jogjakarta

Motif Batik Jambi

Motif Batik Rebung Nyengum dari Jambi

Motif Batik Blibar Latar Putih dari Jogjakarta

Motif Batik Grinsing

Motif Batik Parang Barong

Motif Batik Buntal Anggrek dari Jogjakarta

Motif Batik Buntal Grinsing dari Jogjakarta

Motif Batik Buntal Hadinegara dari Jogjakarta

Motif Batik Buntal Ukel dari Jogjakarta

Motif Batik Adu Manis dari Tasikmalaya

Motif Batik dari Madura

Motif Batik Burung Kasuari dari Tasikmalaya

Motif Batik Cakar Ayam dari Jogjakarta
Motif Batik Cakar Ayam digunakan pada upacara mitoni(masa 7 bulan kehamilan) dan dipakai orang tua pengantin pada saat upacara tarub(siraman).Makna
filosofisnya ialah melambangkan agar seseorang yang berumah tangga
sampai keturunannya nanti dapat mencari nafkah sendiri atau hidup
mandiri.

Motif Batik Cakar Ayam gagrak Surakarta

Motif Batik Ceplok Asih dari Jogjakarta

Motif Batik Ceplok Blah Kedhaton dari Jogjakarta

Motif Batik Ceplok Bligon gagrak Jogjakarta

Motif Batik Ceplok Burba gagrak Surakarta

Motif Batik Ceplok Cakar dari Jogjakarta

Motif Batik Ceplok Candi Luhur dari Surakarta

Motif Batik Ceplok Keladi dari Jogjakarta

Motif Batik Ceplok Lung Kestlop dari Surakarta

Motif Batik Ceplok Naga Raja dari Jogjakarta

Motif Batik Ceplok Nitik Klithik dari Jogjakarta

Motif Batik Ceplok Truntum Canthel dari Jogjakarta

Motif Batik Ceplok Grinsing dari Surakarta

Motif Batik Ceplok Kawuryan dari Surakarta

Motif Batik Genthongan dari Madura

Motif Batik Madura

Motif batik dari Sidoarjo

Motif Batik Cuwiri dari Surakarta
Motif Cuwiri digunakan pada upacara mitoni dan menggendong bayi.Makna filosofisnya,cuwiri bersifat kecil-kecil.Pemakai diharapkan tampak pantas/harmonis.

Motif Batik Cuwiri Mentul

Motif Batik Dlimo Ceplok Parang dari Jogjakarta

Motif Batik Galaran Babon Angrem gagrak Jogjakarta

Motif Batik Gandasuli Ageng gagrak Jogjakarta

Motif Batik Gandasuli Seling Ukel gagrak Surakarta

Motif Batik Ganggong

Motif Batik Gebyok Setebah

Motif Batik Godheg gagrak Jogjakarta

Motif Batik Gandasuli gagrak Jogjakarta

Motif Batik Grageh Waloh gagrak Jogjakarta
Motif Grageh Waluh dapat digunakan sehari-hari,maknanya diharapkan orang yang memakainya akan selalu mempunyai cita-cita atau tujuan.

Motif Batik Gringsing Lar

Motif Batik Gringsing Peksi

Motif Batik Gringsing Pisan Bali

Motif Batik Grompol gagrak Jogjakarta
Motif grompol dipakai oleh ibu mempelai putri pada saat siraman.Makna grompol
adalah berkumpul atau bersatu.Diharapkan berkumpulnya segala sesuatu
yang baik-baik,seperti rezeki,keturunan,dan kebahagiaan hidup.

Motif Batik Jantung Ati gaya Jogjakarta

Motif Sarung Batik Pekalongan

Motif Batik Kail Indramayu

Motif Batik Kapal Kandas dari Cirebon

Motif Batik Kawung Benggol Ceplok Gurda gaya Jogjakarta

Motif Batik Kawung Benggol gaya Jogjakarta

Motif Batik Kawung Poleng gagrak Jogjakarta

Motif Batik Kawung Sisik Gurda gaya Jogjakarta

Motif Batik Kawung Gede

Motif Batik Kawung Cilik

Motif Batik Kawung Gede gaya Surakarta

Motif Batik Kawung Picis gagarak Surakarta

Motif Batik Kawung Sawut gagrak Surakarta

Motif Batik Kedungwuni gaya Pekalongan

Motif Batik Kedungwuni gaya Pekalongan

Motif Batik Keong Renteng gagrak Jogjakarta

Motif Batik Kereta Kasepuhan dari Cirebon

Motif Batik Kerton Truntum gagrak Jogjakarta

Motif Batik Kerton Lar gagrak Jogjakarta

Motif Batik Kiro Tawu gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Klithik

Motif Batik Kunir Pito gagrak Jogjakarta

Motif Batik Lar Latar Ireng

Motif Batik Lar Ukel

Motif Batik Semen Rama Latar Putih

Motif Batik Lumbon dari Banyumas

Motif Batik Madubrongto dari Banyumas

Motif Batik Madubranta gagrak Surakarta

Motif Batik Manisrengga gagrak Jogjakarta

Motif Batik Manok Jodoh dari Madura

Motif Batik Manok Sakeh dari Madura

Motif Batik Manuk Swari dari Madura

Motif Batik Madusari gagrak Surakarta

Motif Batik Megamendung dari Cirebon

Motif Batik Megamendung dari Cirebon

Motif Batik Mendut gagrak Jogjakarta

Motif Batik Angso Duo dari Jambi

Motif Batik Asmat

Motif Batik Asmat

Motif Batik Asmat

Motif Batik Asmat

Motif Batik Asmat

Motif Batik Asmat

Motif Batik Kompeni dari Cirebon

Motif Batik Bondhet gagrak Surakarta

Motif Batik Bu Harto dari Surakarta

Motif Batik Cerita Panji dari Cirebon

Motif Batik Duren Pecah dari Jambi

Motif Batik Eropa dari Pekalongan

Motif Batik Gadis Cina dari Cirebon

Motif Batik Garuda dari Pekalongan

Motif Batik Kawung gagrak Jogjakarta

Motif Batik Kembang So dari Kebumen

Motif Batik Kompeni dari Cirebon

Motif Batik Lumbon dari Banyumas

Motif Batik Naga

Motif Batik Obar-Abir dari Pekalongan

Motif Batik Srikaton gagrak Surakarta

Motif Batik Tambal gagrak Jogjakarta

Motif Batik Mukti Wibawa gagrak Surakarta

Motif Batik Nagasasra Bledak gagrak Jogjakarta

Motif Batik Naga Ukel gagrak Surakarta

Motif Batik Penjual Legen dari Cirebon

Motif Batik Puger gagrak Banyumas

Motif Batik Pamiluto gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Barong Bintang Leder gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Barong gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Barong gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Curiga gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Curiga gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Gendreh gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Kanthil gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Kesit Tumaruntun gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Klithik gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Plenik Gurdha gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Rusak gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Rusak gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Sarpa gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Seling Huk gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Seling Modhang gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Teja gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Barong Ukel Seling gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Gandasuli gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Kesit

Motif Batik Parang Kesit Wahyu Tumurun gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Klithik gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Klithik gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Kusuma gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Pamor gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Parung Lar gagrak Jogjakarta

Motif Batik Parang Peksi

Motif Batik Parang Rusak Seling Ireng

Motif Batik Parang Ukel gagrak Surakarta

Motif Batik Parang Ukel Seling gagrak Surakarta

Motif Batik Patran Kangkung gagrak Cirebon

Motif Batik Peksi Naga Liman gagrak Cirebon

Motif Batik Peksi Anjani Bledak

Motif Batik Pintu Retna gagrak Jogjakarta

Motif Batik Pisan Bali gagrak Surakarta

Motif Batik Pola Banji gagrak Lasem

Motif Batik Prabu Anom Grompol gagrak Jogjakarta

Motif Batik Prabu Anom Klithik gagrak Jogjakarta

Motif Batik Primisan Pekalongan

Motif Batik Pring Sedapur gagrak Banyumas

Motif Batik Puspa Kencana Klithik gagrak Jogjakarta

Motif Batik Ratu Ratih gagrak Surakarta

Sarung Batik Motif Eropa

Motif Sarung Batik Motif Eropa dari Pekalongan

Motif Batik Satria Manah gagrak Surakarta
Motif ini disebut juga Harjuna Manah,digunakan dalam upacara pisowanan(menghadap raja) dan upacara lamaran
biasa dipakai calon mempelai laki-laki,makna yang diharapkan semoga
keinginannya terkabul atau ‘memanah’ hati calon mempelai wanita.

Motif Batik Sawat
Sawat berarti melempar.Simbolisasi dari senjata Batara Indra yang berupa kilat(bajra) yang disawatke(dilemparkan).Bermakna permohonan perlindungan dalam kehidupannya.

Motif Batik Sawat Riweh gagrak Cirebon

Motif Batik Sekar Dadu gagrak Sidoarjo

Motif Batik Sekar Jagad

Motif Batik Sembagen Huk gagrak Jogjakarta

Motif Batik Semen Rama gagrak Cirebon

Motif Batik Semen Rante gagrak Surakarta

Motif Batik Semen Gurda gagrak Jogjakarta

Motif Batik Semen Jenggot gagrak Surakarta

Motif Batik Semen Lar gagrak Surakarta

Motif Batik Semen Rante gagrak Surakarta

Motif Batik Semen Rama gagrak Surakarta

Motif Batik Seruni Buntal gagrak Jogjakarta

Motif Batik Sido Mukti Latar Cemeng gagrak Jogjakarta

Motif Batik Sido Drajad

Motif Batik Sido Drajad

Motif Batik Sido Luhung gagrak Banyumas

Motif Batik Sido Asih gagrak Surakarta

Motif Batik Sido Asih gagrak Surakarta

Motif Batik Sidodadi gagrak Surakarta

Motif Batik Sido Drajad gagrak Surakarta

Motif Batik Sido Luhur gagrak Surakarta
Motif Sido Luhur latar putih ini biasa digunakan pada upacara mitoni(upacara
masa kehamilan 7 bulan).Kain ini digunakan bagi perempuan saat hamil
pertama kali.Makna filosofisnya yang menggunakan diharapkan selalu dalam
keadaan gembira.Sido berarti kejadian,Luhur berarti kemuliaan.Jadi mengandung pengharapan atau doa,semoga kelak keturunannya menjadi manusia yang berbudi luhur dan mulia.

Motif Batik Sido Mukti gagrak Surakarta

Motif Batik Sido Mulyo gagrak Surakarta

Motif Batik Sutra gagrak Madura

Motif Batik Sutra gagrak Madura

Motif Batik Sri Katon gagrak Surakarta

Motif Batik Sri Kuncara Bledak gagrak Jogjakarta

Motif Batik Tambal Nitik gagrak Jogjakarta

Motif Batik Tanjung Bumi dari Madura

Motif Batik Tirta Teja gagrak Surakarta

Motif Batik Truntum Palang Parang gagrak Jogjakarta

Motif Batik Truntum Garuda gagrak Surakarta

Motif Batik Truntum Kembang gagrak Surakarta

Motif Batik Truntum Parang gagrak Surakarta

Motif Batik Truntum Peksi gagrak Surakarta

Motif Batik Truntum Wahyu Tumurun gagrak Surakarta

Motif Batik Udan Liris

Motif Batik Udan Liris Latar Ireng

Motif Batik Udan Liris Latar Putih

Motif Batik Ukel Kembang Cengkeh

Motif Batik Wadasan gagrak Cirebon

Motif Batik Wahyu Garuda gagrak Surakarta

Motif Batik Wahyu Nitik gagrak Surakarta

Motif Batik Wahyu Sekar gagrak Surakarta

Motif Batik Wahyu Setaman gagrak Surakarta

Motif Batik Wahyu Tumurun gagrak Jogjakarta

Motif Batik Wirasat Buntal gagrak Jogjakarta


0 Response to "Sejarah dan aneka batik di indonesia"
Posting Komentar